Selamat Datang di Blog milik TINEKE SEPTIANA RAMDHANI

Minggu, 02 April 2017

KEAJAIBAN ITU BERNAMA UMRAH

Semua umat Islam berkeinginan berkunjung ke tanah suci Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji atau umrah. Tak jarang keinginan itu hanyalah keinginan semata mengingat tingginya biaya kedua ibadah tersebut. Untuk menabung pun dibutuhkan waktu yang tidak sebentar. 

Saya pun merasakan hal seperti itu. Bukan hanya masalah biaya tapi juga merasa diri belum pantas untuk menunaikan ibadah tersebut. Ibadah sehari-hari rasanya belum khusyu. Baca Al Quran pun belum lancar dan boleh dikata saya jarang menyentuh kitab suci itu. Bahkan terpikir untuk berangkat kesana  pun tidak pernah.
King Abdul Aziz Airport, Jeddah


Begitulah...hari demi hari..mimpi saya adalah keliling Eropa bukan ke tanah suci. Sampai akhirnya di tanggal 1 Januari 2017, hari pertama di tahun 2017, dapat telepon dari kerabat yang tinggal di Jakarta. Kabarnya adalah ‘Mau menyampaikan amanat bahwa kamu akan berangkat umrah di bulan Februari 2017’ Mendapat kabar seperti itu..sungguh..speechless banget. Seperti kehilangan kesadaran. Tidak pernah menyangka dapat ‘rejeki nomplok’  Pada akhirnya, keluar juga sebuah kalimat dari mulut saya ”Gua belum punya paspor!!!!”  Itulah ekspresi pertama setelah ‘kehilangan kesadaran’ beberapa saat.
Sholat beratapkan payung elektrik, Masjid Nabawi, Madinah


Jadi ingat beberapa hari sebelumnya. Bertemu teman kuliah yang bekerja di Kuala Lumpur. Karena berlibur ke Indonesia jadinya mengajak reunian. Bukan  reuni besar-besaran sih. Hanya berkumpul di tempat angkringan. Teman tersebut cerita bahwa dia akan mendaftarkan diri untuk menjadi nasabah tabungan umrah. Yang menjadi agen marketingnya masih teman satu kampus juga. Sambil ‘say hello’ dan sedikit nostalgia tentang kegiatan waktu kuliah, teman yang jadi agen marketing umrah tersebut menceritakan tentang pekerjaannya. Lagi-lagi tidak terlalu tertarik untuk umrah maupun haji karena sadar diri akan keadaan pribadi yang belum terlalu relijius. Akhirnya..pertemuan itu berakhir dan saatnya untuk membayar pesanan. Di kasir, teman yang menjadi agen umrah itu berkata pada pegawai kasir, “Mas, teman saya mau umrah, lho.”  Petugas kasir lalu menimpali “Kapan umrahnya?”  Iseng, saya yang jawab “Bulan Depan.”  Petugas kasir membalas “Jangan lupa oleh-oleh air zam-zamnya, ya.”  Namanya juga obrolan yang tidak terlalu serius. Jadinya tidak terlalu dipikirkan dampaknya. Ternyata, pepatah yang mengatakan ‘Hati-hati dengan ucapan karena bisa menjadi doa’ adalah benar adanya. Dan itu memang terjadi. Sebulan setelah pertemuan itu, saya dapat undangan untuk pergi ke tanah suci. Allahu Akbar!!!!

Berharap berkah air zam-zam, Masjid Nabawi, Madinah

Singkat cerita, kegiatan pun disibukkan dengan bolak-balik ke imigrasi untuk membuat paspor, vaksin meningitis dan pengurusan bagasi. Akhirnya, tibalah waktunya untuk berangkat. Tanggal 9 Februari 2017 saya dan anggota keluarga lainnya terbang menuju Abu Dhabi selama 8 jam 20 menit dan melanjutkan perjalanan menuju Jeddah yang memakan waktu dua jam. 

Sesampainya di Jeddah, dengan menggunakan bis perjalanan dilanjutkan menuju Madinah melewati area yang penuh padang pasir. Di bis pun masih belum percaya bahwa saya sudah menginjakkan kaki di tanah suci. Melihat keadaan sekitar yang gersang tanpa pepohonan dan penuh padang pasir bahkan seperti tidak nampak ‘tanda-tanda kehidupan’, belum terbayang kota Madinah seperti apa. Selama perjalanan, Pak Habib yang membimbing para jamaah, bercerita sekilas tentang apa itu umrah. 

Salah satu sudut kota Madinah


Tak terasa, akhirnya bis memasuki kota Madinah. Terlihat banyak gedung bertingkat, kendaraan yang lalu lalang, bahkan under pass pun ada di Madinah. Sampailah rombongan di hotel tempat menginap. Sebelum memasuki hotel, Pak Habib menunjukkan letak Masjid Nabawi yang berada tepat di depan hotel. Saat melihat payung elektrik yang sering dibicarakan oleh orang-orang yang sudah berkunjung, kembali speechless. Datang ke tanah suci tanpa bekal pengetahuan yang cukup tentang umrah. Ternyata Allah menempatkan saya dan rombongan langsung di depan Masjid Nabawi. Sungguh..Allah begitu cinta akan umat Nya walaupun umat Nya belum terlalu khusyu dalam beribadah. Saya dan rombongan tiba di hotel pada hari jumat siang. Setelah menempati kamar hotel, diberi kesempatan untuk beristirahat sejenak dan mempersiapkan diri untuk sholat jumat. Di tanah suci, sholat jumat tidak hanya bagi kaum adam. Kaum hawa pun menunaikan sholat jumat.
Masjid Nabawi, Madinah Al Munawwarah

Saya menunaikan ibadah umrah di bulan Februari, sedang musim dingin. Tapi matahari bersinar terik jadi hawa dingin itu tidak terasa menggigil di badan. Saat pertama kali menginjakkan kaki di Masjid Nabawi, masih terasa biasa-biasa saja. Tidak ada hal yang istimewa. Masjid ini sering terdengar dari cerita orang-orang. Hanya mendengar dan tidak pernah bermimpi akan berkunjung. Tanpa diduga, bisa menginjakkan kaki di masjid yang rasanya hanya ada di negeri dongeng. Ketika mencari shaf kosong untuk shalat, saya menempati shaf yang tepat di mulut pintu Masjid Nabawi. Saya duduk bersebelahan dengan jamaah umrah asal Kuwait. Iseng-iseng coba menyapa dengan bahasa Inggris. Responnya positif. Iiiihhh...senangnya bisa bertemu dengan saudara seiman dari negara lain. Semoga bisa bertemu kembali dengan ukhti dari Kuwait. Selesai shalat, saya dan rombongan kembali ke hotel sambil melihat-lihat toko-toko yang ada di sekitar masjid. Begitulah orang Indonesia. Dimanapun berada tidak pernah lepas dari acara ‘cuci mata’ sekedar untuk melihat-lihat ataupun berbelanja. 

Pasar Kurma, Madinah


City Tour


Sekitar tiga hari berada di Madinah. Tentunya tidak hanya berdiam diri di Masjid Nabawi, ya. Ada jadwal city tour kota Madinah. Tempat yang dikunjungi adalah Masjid Quba, Masjid Qiblatain, dan tentu saja Pasar Kurma. Selama berada di Madinah, sangat terkesan dengan warganya yang fasih berbahasa Indonesia. Bahkan, ketika mengunjungi Masjid Quba ada beberapa pedagang memawarkan barang dagangannya sambil berkata ”Ya..gamisnya. Murah..murah..boleh dibayar dengan uang rupiah. Harganya hanya 50 ribu saja.”   Saking banyaknya warga Madinah fasih berbahasa Indonesia rasanya seperti berada di Indonesia bukan di Arab. Dan yang paling merasa terkesan saat memasuki toko perhiasan perak di dekat Masjid Nabawi. Salah satu penjaga toko bertanya dengan bahasa Indonesia yang fasih.
 (+)“Indonesianya dimana?”
 (-) Saya jawab “Dari Bandung.”
 (+) “Oh, Bandung, ya. Sebelah mana Bandung nya?”
 (-) “Daerah Pasteur”
 (+) “Tahu daerah Kiara Condong?”

Wakwawwww....kok bisa tahu Kiara Condong?  Ternyata ‘Pangeran Madinah’ itu pernah berkunjung ke Bandung. Temannya tinggal di Kiara Condong. Tak lupa, beliau pun menyapa dengan sapaan  orang Bandung yang khas “Damang?” Sesudah bercakap-cakap, saya pun memutuskan untuk kembali ke hotel. Sebelum berpisah, ‘Pangeran Madinah’ itu bertanya lagi “Kalau bala-bala masih ada?”  Eh, buset..la buset-buset...gorengan bala-bala yang merupakan cemilan kampung ternyata disukai si 'Pamgeran Madinah'.  I am sorry to say kalau beliau ‘Pangeran Madinah’ tampangnya itu, lho bo...guuaaannnnteeennnggg!!!! (hush..hush...waktunya ibadah..bukan ngeceng)

Masjid Bir Ali, Madinah


Yuk..ah..yuk..ah..harus segera berkemas karena esok hari harus check out untuk bertolak ke kota Mekkah. Perjalanan Madinah-Mekkah memakan waktu 5 jam. Sejak check out, para jamaah sudah diwajibkan berihram. Dalam perjalanan, pembimbing umrah menjelaskan tentang tata cara berniat umrah yang akan dilaksanakan di Masjid Bir Ali sebagai lokasi Miqat. Saat tiba di Masjid, para jamaah melaksanakan shalat sunat tahiyatul masjid dan mengucapkan niat untuk berumrah. Perjalanan pun dilanjutkan menuju kota Mekkah. Sesampainya di hotel, para jamaah diberi waktu untuk beristirahat sejenak dan mempersiapkan diri untuk segera berangkat ke Masjidil Haram yang jaraknya 500 meter dari hotel tempat menginap.
Terharu!!!!! Ka 'Bah

Akhirnya...saya dan jamaah lainnya berangkat ke Masjidil Haram dengan berjalan kaki. Sambil berjalan, Pak Habib membimbing jamaah untuk berdzikir. Tak terasa, sampailah di Masjidil Haram.  Pelan-pelan, memasuki masjid melalui King Fahad Gate. Lama-lama...terlihat bangunan yang selama ini selalu dilihat di sajadah..Ka’Bah!  Allahu Akbar...tak terasa air mata menetes. Bermimpikah saya? Yang di depan itu betul-betul Ka ‘Bah, kan? OMG!!!!! Inilah keajaiban. Sambil mengelilingi Ka’Bah..masih tetap belum percaya akan berada dihadapan titik peribadatan umat muslim. Hanya beberapa langkah di depan mata. There, I successfully touched Ka 'Bah!!!!! ( makin berlinang air mata...) Kapan ya..bisa kesini lagi?

Apakah selama di Mekkah hanya mengerjakan thawaf dan sa’i? Oh, tentu tidak. Ada kegiatan city tour juga seperti di Madinah. Tempat-tempat yang dikunjungi adalah Arafah yang merupakan lokasi Jabal Rahmah berada. Tempat bertemunya kembali Nabi Adam dan Siti Hawa di dunia setelah berpisah sekian lama. Karena hal itu, konon yang ingin mendapatkan jodoh, banyak-banyaklah berdoa disini agar segera dipertemukan dengan jodohnya. Aamiin!!!! Dari Arafah, perjalanan dilanjutkan ke Mudzdalifah dan  Mina. Sayangnya..di dua area ini, rombongan tidak berhenti untuk mampir karena keadaannya sangat sepi tanpa penduduk. Dua area ini akan ramai saat musim haji. Musim haji usai, maka area-area tersebut akan sepi kembali.
Jabal Rahmah, Arafah, Mekkah Al Mukaromah

Keadaan geografis Arab Saudi yang berbukit-bukit, maka tidaklah heran para jamaah akan sering menemui perbukitan. Saat di kota Mudzdalifah dan posisi rombongan mendekati kota Mina, Pak Habib yang jadi pembimbing tur menunjukkan tangannya ke arah atas perbukitan. Disitu terlihat sebuah tugu. Tugu apakah itu? Tugu itu adalah tanda bahwa di tempat itu beberapa abad silam Nabi Ibrahim akan menyembelih putranya, Nabi Ismail. Sungguh..setelah melihat langsung tempat-tempat tersebut makin yakin bahwa kisah-kisah dalam Al Quran bukan semata dongeng tapi memang nyata. Dan saya bersaksi akan kenyataan dari kisah-kisah Al Quran.

Dalam kegiatan city tour di kota Mekkah, para jamaah diberi kesempatan untuk melaksanakan umrah kembali. Bisa untuk diri sendiri maupun untuk keluarga yang sudah berpulang. Saya memutuskan untuk umrah kembali agar bisa mengumrahkan ibu saya yang sudah berpulang. Akhirnya, rombongan tiba di Masjid Tan’im sebagai lokasi miqat. Untuk kaum lelaki, kembali mengenakan kain ihram sedangkan untuk wanita, berihramnya bisa mengenakan pakaian yang saat itu sedang dipakai walaupun pakaian itu tidak berwarna putih. Diawali dengan shalat sunat tahiyatul masjid dan shalat dhuha. Tak lupa mengucapkan niat berumrah atas nama sendiri bagi yang berumrah untuk diri sendiri dan niat berumrah atas nama seseorang bagi yang akan mengumrahkan orang lain. 
Pusat Kota Jeddah

Sekitar 4 hari saya dan jamaah menghabiskan waktu di Mekkah. Tiba saatnya untuk kembali ke tanah air. Sebelum check out, para jamaah melakukan thawaf wada yaitu thawaf perpisahan. Thawaf ini tidak dibarengi dengan sa’i. Menyempatkan diri berucap janji di depan Ka ‘Bah bahwa saya akan kembali ke tempat ini tahun depan. Semoga Allah mengijinkan.
Selama di tanah suci, soal makanan jangan khawatir karena sudah disediakan. Bukan hanya saat di hotel tapi juga di bis saat melaksanakan city tour. Namun, ada menu yang dirindukan. Untuk orang Bandung seperti saya, rasanya ada yang kurang jika tidak ada menu baso dan mie baso. Dan..menu baso itu saya dapatkan saat dalam perjalanan menuju Jeddah sesudah check out dari hotel di Mekkah. Ada penjual makanan yang menggunakan merek ‘Baso Mang Oedin’  Penjual baso yang sangat terkenal di Jeddah. Pemiliknya adalah warga Arab asli yang sangat fasih berbahasa Indonesia. Di pintu masuk menyapa pengunjung sambil berteriak-teriak..”Ya..basonya Mang Udin..silakan masuk!!!!!” Dengan mematok harga 12 real, baso ini dipenuhi pengunjung yang mayoritas adalah jamaah dari Indonesia. Hahaha...seru, ya..menu baso pun ada disana. Plus...ada merek 'Bandung Asli'   Bandung Memang Juara!!!!! Terkenal sampai Arab.

Pusat Kota Jeddah

Kesan yang saya dapatkan adalah ibadah umrah bukan hanya sekedar ritual ibadah tapi juga ibadah yang mempersatukan umat muslim di seluruh dunia dengan bahasa yang sama yaitu bahasa Alquran dan satu gerakan yang sama yaitu gerakan shalat. Itu saya rasakan pada saat saya melakukan ibadah shalat, seringkali saya shalat berdampingan dengan saudara seiman dari Turki, India, Pakistan dan Bangladesh. Bahkan saat di hotel di Mekkah, saya bertemu dengan saudara seiman dari Irak dan Tunisia. Karena saya berwajah Asia, banyak yang mengira bahwa saya adalah jamaah dari Malaysia. Senang rasanya saling sapa dengan mereka. Bahasa boleh beda. Budaya boleh beda. Negara boleh beda. Namun hanya sekedar menyapa “Assalamu ‘alaikum” pertemanan itu langsung terjalin. Rasanya sudah kenal bertahun-tahun lamanya. Islam memang Indah, ya. 

Hikmah dari perjalanan ini bahwa Allah sangat mencintai umat Nya. Allah tidak pernah kemana-mana. Umat Nya yang selalu kemana-mana. Saya yang tidak pernah bermimpi ke tanah suci, ternyata Allah takdirkan untuk datang ke tanah suci. Percayalah pada Nya. Yang memiliki banyak uang belum tentu akan berkunjung ke tanah suci. Yang memiliki uang pas-pas an belum tentu tidak akan mengunjungi tanah suci. Semua ini adalah undangan dari Nya. Tetaplah bekerja dan berkarya dengan niat untuk ibadah. Niscaya keajaiban ke tanah suci bukanlah hal mustahil.

Labbaika Allahumma Labbaik...